Minggu, 08 Mei 2011

CICI SI ANAK YANG PINTAR



Cici sedang sedih pagi itu. Hari itu adalah hari libur sekolah. Teman-temannya semuanya pergi piknik dengan keluarga masing-masing. Tapi dia tidak bisa kemana-mana karena bapaknya sedang mengikuti rapat pengurus RT di lingkungannya.


"Bu, aku bosan di rumah. Teman-temanku pergi semua. Ayo kita pergi juga dong, Bu," rengek Cici kepada ibunya.

"Sabar, Cici, ibu khan sudah bilang kalau kita harus menunggu bapak pulang dari rapat RT," kata ibunya.

"Uh, bapak. Bapak yang lain aja pergi jalan-jalan, masak bapak Cici aja yang rapat."

"Sabar, Cici. Sebentar lagi juga bapak pulang. Bapak khan pengurus RT, jadi harus rapat dulu. Main dulu aja sama adik," bujuk ibu.


Tak lama kemudian bapak pulang. Cici yang sedang bermain bersama adiknya segera berlari menyambut bapaknya.

"Hore...bapak pulang. Ayo, Pak, kita jalan-jalan," seru Cici.

"Baiklah, Cici. ayo kita jalan-jalan. Tapi kita berjalan kaki saja ya."

'Ya, Bapak. Teman-teman Cici pergi piknik semua, Pak. Ada yang ke pantai, ada yang ke pegunungan. Masak Cici cuma jalan kaki disekitar sini."

"Cici, Jalan-jalan disekitar rumah juga menyenangkan. Bapak mau perlihatkan sesuatu yang belum pernah Cici lihat. Nanti Cici pasti senang. Percayalah"


Akhirnya Cici mau berjalan kaki di sekitar rumahnya. Dengan mengenakan topi, kaos putih dan celana olah raga merah, Cici berjalan kaki bersama bapaknya.


Bapaknya mengajak berjalan ke arah pepohonan yang rindang di depan komplek perumahan Cici.

"Cici lihat. Di atas pohon ada rumput kering yang ditumpuk-tumpuk."

"Mana, Pak? Mana?"

"Itu, disebelah kiri."

"Oh, iya, Pak. Aku lihat. Kok ada tumpukan rumput kering di atas pohon ya, Pak?"

"Cici, itu sarang burung. Ibu dan bapak burung yang menumpuk dan menganyam rumput kering tersebut untuk mengerami telur. Lihat, ada burung di dalam sangkar. Itu pasti ibu burung yang sedang mengerami telurnya. Minggu depan kita kesini lagi. Kita lihat apakah sang anak burung sudah menetas dari telurnya."

"Oh....jadi burung itu keluar dari telur ya, Pak?"

'Iya, Cici. Burung berkembang biak dengan cara bertelur. Demikian juga ayam. Kamu khan suka telur ayam yang didadar."

"Iya, Pak. Aduh jadi lapar nih kalau inget telur dadar."

"Baiklah, kita beli makanan dan minuman di warung Bu Siti. Ayo kita kesana. Ada lagi yang ingin bapak perlihatkan kepada kamu."


Sambil berjalan menuju warung Bu Siti, bapak berhenti sebentar di depan sebuah selokan yang sangat bau. Banyak lalat dan nyamuk disekitar selokan itu.


"Bapak, kenapa berhenti disini? Khan bau," keluh Cici.

"Cici, bapak ingin memperlihatkan sesuatu kepada kamu. Lihat. Kalau burung membuat sarang di atas pohon, nyamuk membuat sarangnya di dalam air yang tergenang. Sedangkan lalat membuat sarangnya di sampah."

"Ih, jorok ya, Pak?"

"Iya, makanya jangan suka membuang sampah sembarangan, apalagi ke dalam selokan. Kalau selokan mampat karena banyak sampah, maka akan menjadi sarang nyamuk dan sarang lalat. Jadi banyak nyamuk dan lalat deh di situ."

"Ihh...aku nggak mau dekat-dekat dengan lalat dan nyamuk...jorokkk!!!"

"Iya, selain jorok juga banyak penyakitnya. Makanya jangan suka buang sampah sembarangan, ya"

"Iya, Pak. Aku akan selalu buang sampah di tempat sampah. Biar nggak banyak lalat dan nyamuk"

"Pintar kamu. Ayo sekarang kita ke warung Bu Siti. Kamu boleh pesan makanan dan minuman apa saja karena warung Bu Siti khan bersih dan murah."

"Asyikk..."


Hari itu Cici kembali riang. 
 
Sumber : Blog anak Indonesia.com

SENYUM KEMENANGAN




Bimbi beruang sebenarnya sudah bangun pagi itu. Tapi, matanya terasa masih berat. Selain itu, dia malas bangun untuk sahur.


"Bimbi, ayo bangun, Nak," panggil ibunya.
Bimbi diam saja. Dia pura-pura masih tidur.
"Bimbi, cepat bangun. Nanti keburu imsak."
Bimbi masih diam saja.
"Ya sudah kalau nggak mau bangun. Ibu masak sop dan ayam goreng. Nih, Pak. habiskan aja ayam gorengnya karena Bimbi nggak sahur pagi ini."
Mendengan ayam goreng disebut-sebut, Bimbi pun segera bangun. Sambil mengusap-usap matanya, dia duduk di meja makan.
Bapak dan ibu tersenyum melihat tingkahnya.


Hari ini puasa hari terakhir. Betapa bangganya Bimbi karena ini adalah Ramadhan pertama baginya berpuasa sebulan penuh. Tidak ada lagi ejekan dari teman-temannya. Yang ada adalah kebahagiaan bagi dirinya dan kedua orang tuanya. Apalagi, bapak dan ibunya menjanjikan hadiah untuknya apabila mampu berpuasa sebulan penuh.


Sore hari sebelum berbuka puasa, Bimbi berputar-putar keliling komplek perumahannya naik sepeda motor bersama bapaknya. Suasana sudah sepi karena sudah banyak tetangga yang mudik. Teman-teman bermainnya pun sudah tidak ada yang bermain di jalanan sore itu.


Bapak dan Bimbi pun meneruskan jalan-jalan sore itu keluar komplek. Ketika berada di jalan raya, Bimbi melihat temannya si Tikus. Dilihatnya Si Tikus berjalan dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya. Karung yang dipegangnya masih kosong.


"Assalamuaalaikum, Tikus," salam Bimbi.
"waalaikum salam, Bimbi, Pak," jawab si Tikus.
"Kamu masih kerja?" Tanya Bimbi.
"Iya, Bimbi. Kalau nggak kerja, aku nggak bisa sekolah dong," jawab Tikus sambil tersenyum.
"Kok karung kamu masih kosong. Kamu baru keluar rumah, ya?"
"Aku sudah keluar dari pagi, tapi hari ini aku cuma dapat sedikit karena tempat sampah pada kosong. Mungkin sudah pada mudik."
"Ohhh...kamu nanti makan apa kalau nggak dapat duit?"
"Ah, aku biasa nggak makan. Lagipula, nanti malam khan ada pembagian zakat, pasti aku dapat beras dan duit dari masjid."


Bimbi terdiam. Sulit baginya memahami keadaan si Tikus. Dia hanya bersedih mengapa temannya miskin. Tapi, dia juga heran dan kagum, karena temannya tersebut selalu tersenyum dan sangat pintar di sekolah.

Adzan Maghrib bergema. Seluruh dunia berbahagia. Idul fitri telah tiba.


Bapak dan ibu segera berbuka. Mereka sangat bahagia karena Bimbi berhasil berpuasa sebulan penuh.
"Bimbi, ayo berbuka, anak hebat," ajak bapak.
Tapi Bimbi diam saja.
Bapak dan ibu terheran-heran. Biasanya Bimbi sangat heboh kalau berbuka.
"Ada apa, Bimbi? Kamu sakit?"
Bimbi menggeleng.
Ibu mendekat sambil membawa segelas kolak. Disuapinnya anak kesayangannya tersebut.
"Kenapa sayang?" tanya ibu sambil menyuapi.
"Bu, ibu ingat khan pernah janji kasih hadiah kalau Bimbi berpuasa sebulan penuh?"
"Oh, itu. Tentu Bimbi. Bimbi mau hadiah apa?"
"Bimbi mau uang, Bu."
"Oh, boleh aja. Ibu dan bapak sudah sepakat memberi hadiah kamu Rp. 300 ribu kalau kamu berpuasa penuh tahun ini? Kamu mau beli apa?"
"Bu. Aku nggak ingin beli apa-apa. Bu, boleh nggak kalau uangnya aku berikan kepada si Tikus. Tadi aku ketemu dia. Dia nggak punya uang karena nggak dapat botol plastik hari ini."

Bapak dan ibunya terkejut. Ibunya pun memeluk Bimbi erat-erat. Ada air mata menggenang di pelupuknya.
"Tentu boleh, Bimbi."

Selesai sholat Maghrib, Bimbi diantar ibu dan bapaknya ke rumah si Tikus.

"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam," jawab Bapak si Tikus. "Wah, ada tamu besar, nih. Silakan masuk. Maaf rumahnya kotor," ajak Bapak Tikus sambil menyalami tamu-tamunya.
"Tikus ada, Pak?" tanya Bimbi.
"Oh, ada...ada. tunggu sebentar, ya."
Bapak si Tikus pun keluar rumah. Tak lama kemudian datang lagi bersama dengan si Tikus.

"Eh, Bimbi. Udah lama ya. Maaf ya, aku baru mandi."
"Nggak apa-apa."
"Tumben malam-malam kesini, Bimbi. Biasanya kamu kesininya siang."
"Eh...ini. Aku mau kasih ini ke kamu," kata Bimbi sambil memberikan amplop.
"Apa ini?"
"Ini uang dari aku, bapak, dan ibuku. Aku pengin kamu bisa beli baju dan sepatu baru."
Tikus hanya terdiam waktu menerima amplop tersebut. Lalu, dia tersenyum.
"Terima kasih, Bimbi. Kamu memang temanku yang baik," kata Tikus sambil memeluk temannya tersebut.


Bimbi pun tersenyum juga. Dilihatnya bapak dan ibunya pun tersenyum. Bapak si tikus juga tersenyum. Bahkan, meja, kursi, dan almari pun tampak tersenyum padanya. Hari itu bulan, bintang dan semua yang dilihatnya tersenyum kepadanya.(ron215)
 
Sumber : blog anak Indonesia.com